Quran Text Translations Spread Documents

Jalal ad-Din al-Mahalli and Jalal ad-Din as-Suyuti


Change Log

New Indonesian translation id.jalalayn added
Sat, 28 Jul 2012 06:40:55 +0430
-0,0 +1,6236
(Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)
(Segala puji bagi Allah) Lafal ayat ini merupakan kalimat berita, dimaksud sebagai ungkapan pujian kepada Allah berikut pengertian yang terkandung di dalamnya, yaitu bahwa Allah Taala adalah yang memiliki semua pujian yang diungkapkan oleh semua hamba-Nya. Atau makna yang dimaksud ialah bahwa Allah Taala itu adalah Zat yang harus mereka puji. Lafal Allah merupakan nama bagi Zat yang berhak untuk disembah. (Tuhan semesta alam) artinya Allah adalah yang memiliki pujian semua makhluk-Nya, yaitu terdiri dari manusia, jin, malaikat, hewan-hewan melata dan lain-lainnya. Masing-masing mereka disebut alam. Oleh karenanya ada alam manusia, alam jin dan lain sebagainya. Lafal 'al-`aalamiin' merupakan bentuk jamak dari lafal '`aalam', yaitu dengan memakai huruf ya dan huruf nun untuk menekankan makhluk berakal/berilmu atas yang lainnya. Kata 'aalam berasal dari kata `alaamah (tanda) mengingat ia adalah tanda bagi adanya yang menciptakannya.
(Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) yaitu yang mempunyai rahmat. Rahmat ialah menghendaki kebaikan bagi orang yang menerimanya.
(Yang menguasai hari pembalasan) di hari kiamat kelak. Lafal 'yaumuddiin' disebutkan secara khusus, karena di hari itu tiada seorang pun yang mempunyai kekuasaan, kecuali hanya Allah Taala semata, sesuai dengan firman Allah Taala yang menyatakan, "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini (hari kiamat)? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan." (Q.S. Al-Mukmin 16) Bagi orang yang membacanya 'maaliki' maknanya menjadi "Dia Yang memiliki semua perkara di hari kiamat". Atau Dia adalah Zat yang memiliki sifat ini secara kekal, perihalnya sama dengan sifat-sifat-Nya yang lain, yaitu seperti 'ghaafiruz dzanbi' (Yang mengampuni dosa-dosa). Dengan demikian maka lafal 'maaliki yaumiddiin' ini sah menjadi sifat bagi Allah, karena sudah ma`rifah (dikenal).
(Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan) Artinya kami beribadah hanya kepada-Mu, seperti mengesakan dan lain-lainnya, dan kami memohon pertolongan hanya kepada-Mu dalam menghadapi semua hamba-Mu dan lain-lainnya.
(Tunjukilah kami ke jalan yang lurus) Artinya bimbinglah kami ke jalan yang lurus, kemudian dijelaskan pada ayat berikutnya, yaitu:
(Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka), yaitu melalui petunjuk dan hidayah-Mu. Kemudian diperjelas lagi maknanya oleh ayat berikut: (Bukan (jalan) mereka yang dimurkai) Yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi. (Dan bukan pula) dan selain (mereka yang sesat.) Yang dimaksud adalah orang-orang Kristen. Faedah adanya penjelasan tersebut tadi mempunyai pengertian bahwa orang-orang yang mendapat hidayah itu bukanlah orang-orang Yahudi dan bukan pula orang-orang Kristen. Hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan segala sesuatu. Semoga selawat dan salam-Nya dicurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabatnya, selawat dan salam yang banyak untuk selamanya. Cukuplah bagi kita Allah sebagai penolong dan Dialah sebaik-baik penolong. Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan hanya berkat pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
(Alif laam miim) Allah yang lebih mengetahui akan maksudnya.
(Kitab ini) yakni yang dibaca oleh Muhammad saw. (tidak ada keraguan) atau kebimbangan (padanya) bahwa ia benar-benar dari Allah swt. Kalimat negatif menjadi predikat dari subyek 'Kitab ini', sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai penghormatan. (menjadi petunjuk) sebagai predikat kedua, artinya menjadi penuntun (bagi orang-orang yang bertakwa) maksudnya orang-orang yang mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan demi menjaga diri dari api neraka.
(Orang-orang yang beriman) yang membenarkan (kepada yang gaib) yaitu yang tidak kelihatan oleh mereka, seperti kebangkitan, surga dan neraka (dan mendirikan salat) artinya melakukannya sebagaimana mestinya (dan sebagian dari yang Kami berikan kepada mereka) yang Kami anugerahkan kepada mereka sebagai rezeki (mereka nafkahkan) mereka belanjakan untuk jalan menaati Allah.
(Dan orang-orang yang beriman pada apa yang diturunkan kepadamu) maksudnya Alquran, (dan apa yang diturunkan sebelummu) yaitu Taurat, Injil dan selainnya (serta mereka yakin akan hari akhirat), artinya mengetahui secara pasti.
(Merekalah), yakni orang-orang yang memenuhi sifat-sifat yang disebutkan di atas (yang beroleh petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung) yang akan berhasil meraih surga dan terlepas dari siksa neraka.
(Sesungguhnya orang-orang kafir) seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan lainnya (sama saja bagi mereka, apakah kamu beri peringatan) dibaca, a-andzartahum, yakni dengan dua buah hamzah secara tegas. Dapat pula hamzah yang kedua dilebur menjadi alif hingga hanya tinggal satu hamzah saja yang dibaca panjang (atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.) Hal itu telah diketahui oleh Allah, maka janganlah kamu berharap mereka akan beriman. 'Indzar' atau peringatan, artinya pemberitahuan disertai ancaman.
(Allah mengunci mati hati mereka) maksudnya menutup rapat hati mereka sehingga tidak dapat dimasuki oleh kebaikan (begitu pun pendengaran mereka) maksudnya alat-alat atau sumber-sumber pendengaran mereka dikunci sehingga mereka tidak memperoleh manfaat dari kebenaran yang mereka terima (sedangkan penglihatan mereka ditutup) dengan penutup yang menutupinya sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran (dan bagi mereka siksa yang besar) yang berat lagi tetap. Terhadap orang-orang munafik diturunkan:
(Di antara manusia ada orang yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari akhir.") yaitu hari kiamat, karena hari itu adalah hari terakhir. (Padahal mereka bukan orang-orang yang beriman). Di sini ditekankan arti kata 'orang', jika kata ganti yang disebutkan lafalnya, yakni 'mereka'.
(Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman) yakni dengan berpura-pura beriman dan menyembunyikan kekafiran guna melindungi diri mereka dari hukum-hukum duniawi (padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri) karena bencana tipu daya itu akan kembali menimpa diri mereka sendiri. Di dunia, rahasia mereka akan diketahui juga dengan dibuka Allah kepada Nabi-Nya, sedangkan di akhirat mereka akan menerima hukuman setimpal (tetapi mereka tidak menyadari) dan tidak menginsafi bahwa tipu daya mereka itu menimpa diri mereka sendiri. Mukhada`ah atau tipu-menipu di sini muncul dari satu pihak, jadi bukan berarti berserikat di antara dua belah pihak. Contoh yang lainnya mu`aqabatul lish yang berarti menghukum pencuri. Menyebutkan Allah di sana hanya merupakan salah satu dari gaya bahasa saja. Menurut suatu qiraat tidak tercantum 'wamaa yasy`uruuna' tetapi 'wamaa yakhda`uuna', artinya 'tetapi mereka tidak berhasil menipu'.
(Dalam hati mereka ada penyakit) berupa keragu-raguan dan kemunafikan yang menyebabkan sakit atau lemahnya hati mereka. (Lalu ditambah Allah penyakit mereka) dengan menurunkan Alquran yang mereka ingkari itu. (Dan bagi mereka siksa yang pedih) yang menyakitkan (disebabkan kedustaan mereka.) Yukadzdzibuuna dibaca pakai tasydid, artinya amat mendustakan, yakni terhadap Nabi Allah dan tanpa tasydid 'yakdzibuuna' yang berarti berdusta, yakni dengan mengakui beriman padahal tidak.
(Dan jika dikatakan kepada mereka,) maksudnya kepada orang-orang munafik tadi ("Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi!") yakni dengan kekafiran dan menyimpang dari keimanan. (Jawab mereka, "Sesungguhnya kami ini berbuat kebaikan.") dan tidak dijumpai pada perbuatan kami hal-hal yang menjurus pada kebinasaan. Maka Allah swt. berfirman sebagai sanggahan atas ucapan mereka itu:
(Ingatlah!) Seruan untuk membangkitkan perhatian. (Sesungguhnya mereka itulah yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar) akan kenyataan itu.
(Apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain beriman!") yakni sebagaimana berimannya para sahabat Nabi. (Jawab mereka, "Apakah kami akan beriman sebagaimana berimannya orang-orang yang bodoh?") Artinya kami tidak akan melakukan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh itu. Maka firman Allah menolak ucapan mereka itu: (Ketahuilah, merekalah orang-orang bodoh tetapi mereka tidak tahu) akan hal itu.
(Dan jika mereka berjumpa) asalnya 'laqiyuu' lalu damah pada ya dibuang karena beratnya pada lidah berikut ya itu sendiri karena bertemunya dalam keadaan sukun dengan wau sehingga menjadi 'laquu' (dengan orang yang beriman, mereka berkata, "Kami telah beriman." Dan bila mereka telah berpisah) dengan orang-orang yang beriman dan kembali (kepada setan-setan mereka) maksudnya pemimpin-pemimpin mereka. (Kata mereka, "Sesungguhnya kami ini bersama kamu) maksudnya sependirian dengan kamu dalam keagamaan, (kami ini hanya berolok-olok.") dengan berpura-pura beriman.
(Allahlah yang memperolok-olokkan mereka) artinya membalas olok-olokkan itu dengan memperolok-olokkan mereka pula (dan membiarkan mereka) terpedaya (dalam kesesatan mereka) yakni melanggar batas disebabkan kekafiran (terumbang-ambing) dalam keadaan bingung tanpa tujuan atau pegangan.
(Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk) artinya mengambil kesesatan sebagai pengganti petunjuk (maka tidaklah beruntung perniagaan mereka) bahkan sebaliknya mereka merugi, karena membawa mereka ke dalam neraka yang menjadi tempat kediaman mereka untuk selama-lamanya. (Dan tidaklah mereka mendapat petunjuk) disebabkan perbuatan mereka itu.
(Perumpamaan mereka) sifat mereka dalam kemunafikannya itu, (seperti orang yang menyalakan) atau menghidupkan (api) dalam kegelapan (dan setelah api itu menerangi) atau menyinari (apa yang di sekelilingnya) hingga ia dapat melihat, berdiang dan merasa aman dari apa yang ditakutinya (Allah pun menghilangkan cahaya yang menyinari mereka) yaitu dengan memadamkannya. Kata ganti orang dijadikan jamak 'him' merujuk kepada makna 'alladzii' (dan meninggalkan mereka dalam kegelapan tidak dapat melihat) apa yang terdapat di sekeliling mereka, sehingga tidak tahu jalan dan mereka dalam keadaan kecemasan. Demikianlah halnya orang-orang munafik yang mengucapkan kata-kata beriman, bila mereka mati mereka akan ditimpa ketakutan dan azab.
(Mereka tuli) terhadap kebenaran, maksudnya tidak mau menerima kebenaran yang didengarnya (bisu) terhadap kebaikan hingga tidak mampu mengucapkannya (buta) terhadap jalan kebenaran dan petunjuk Allah sehingga tidak dapat melihatnya, (maka mereka tidaklah akan kembali) dari kesesatan.
(Atau) perumpamaan mereka itu, (seperti hujan lebat) maksudnya seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat; asal kata shayyibin dari shaaba-yashuubu, artinya turun (dari langit) maksudnya dari awan (padanya) yakni pada awan itu (kegelapan) yang tebal, (dan guruh) maksudnya malaikat yang mengurusnya. Ada pula yang mengatakan suara dari malaikat itu, (dan kilat) yakni kilatan suara yang dikeluarkannya untuk menghardik, (mereka menaruh) maksudnya orang-orang yang ditimpa hujan lebat tadi (jari-jemari mereka) maksudnya dengan ujung jari, (pada telinga mereka, dari) maksudnya disebabkan (bunyi petir) yang amat keras itu supaya tidak kedengaran karena (takut mati) bila mendengarnya. Demikianlah orang-orang tadi, jika diturunkan kepada mereka Alquran disebutkan kekafiran yang diserupakan dengan gelap gulita, ancaman yang dibandingkan dengan guruh serta keterangan-keterangan nyata yang disamakan dengan kilat, mereka menyumbat anak-anak telinga mereka agar tidak mendengarnya, karena takut akan terpengaruh lalu cenderung kepada keimanan yang akan menyebabkan mereka meninggalkan agama mereka, yang bagi mereka sama artinya dengan kematian. (Dan Allah meliputi orang-orang kafir) baik dengan ilmu maupun dengan kekuasaan-Nya hingga tidak sesuatu pun yang luput dari-Nya.
(Hampir saja) maksudnya mendekati (kilat menyambar penglihatan mereka) merebutnya dengan cepat. (Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan padanya) maksudnya pada cahaya atau di bawah sinarnya, (dan bila gelap menimpa mereka, mereka pun berhenti) sebagai tamsil dari bukti-bukti keterangan ayat-ayat Alquran yang mengejutkan hati mereka. Mereka membenarkannya setelah mendengar padanya hal-hal yang mereka senangi sehingga mereka berhenti dari apa-apa yang dibencinya. (Sekiranya Allah menghendaki, niscaya dilenyapkan-Nya pendengaran dan penglihatan mereka) baik yang lahir maupun yang batin (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) yang dikehendaki-Nya, termasuk apa-apa yang telah disebutkan tadi.
(Hai manusia!) Maksudnya warga Mekah, (Sembahlah olehmu) dengan bertauhid atau mengesakan (Tuhanmu yang telah menciptakanmu) padahal sebelum itu kamu dalam keadaan tiada (dan) diciptakan-Nya pula (orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa), artinya terpelihara dari siksa dan azab-Nya yakni dengan jalan beribadah kepada-Nya. Pada asalnya 'la`alla' mengungkapkan harapan, tetapi pada firman Allah berarti menyatakan kepastian.
(Dialah yang telah menjadikan) menciptakan (bagimu bumi sebagai hamparan), yakni hamparan yang tidak begitu keras dan tidak pula begitu lunak sehingga tidak mungkin didiami secara tetap (dan langit sebagai naungan) sebagai atap (dan diturunkan-Nya dari langit air hujan lalu dikeluarkan-Nya daripadanya) maksudnya bermacam (buah-buahan sebagai rezeki bagi kamu) buat kamu makan dan kamu berikan rumputnya pada binatang ternakmu (maka janganlah kamu adakan sekutu-sekutu bagi Allah), artinya serikat-serikat-Nya dalam pengabdian (padahal kamu mengetahui) bahwa Dia adalah pencipta, sedangkan mereka itu tidak dapat menciptakan apa-apa, maka tidaklah layak disebut dan dikatakan tuhan.
(Sekiranya kamu merasa ragu) atau bimbang (tentang apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami) maksudnya tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada Muhammad, bahwa itu benar-benar dari Allah, (maka buatlah sebuah surah yang sebanding dengannya) dengan surah yang diwahyukan itu. 'Min mitslihi', min yang berarti dari, maksudnya di sini ialah untuk menjadi keterangan atau penjelasan, hingga artinya ialah yang sebanding dengannya, baik dalam kedalaman makna maupun dalam keindahan susunan kata serta pemberitaan tentang hal-hal gaib dan sebagainya. Yang dimaksud dengan 'surah' ialah suatu penggal perkataan yang mempunyai permulaan kesudahan dan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga ayat. (Dan ajaklah saksi-saksimu) maksudnya tuhan-tuhanmu yang kamu sembah itu (selain dari Allah) untuk menjadi penolong-penolongmu, (jika kamu orang-orang yang benar) bahwa Alquran itu hanyalah buatan dan ucapan Muhammad belaka, maka cobalah lakukan demikian, bukankah kamu orang-orang yang berlidah fasih seperti Muhammad pula?
Tatkala mereka tidak mampu memenuhi permintaan itu, maka Allah swt. berfirman, (Dan jika kamu tidak dapat melakukan) apa yang disebutkan itu disebabkan kelemahan dan ketidakmampuanmu (dan kamu pasti tidak akan dapat melakukannya) demikian itu untuk selama-lamanya disebabkan terhalang mukjizat Alquran itu, (maka jagalah dirimu dari neraka) dengan jalan beriman kepada Allah dan meyakini bahwa Alquran itu bukanlah ucapan manusia (yang kayu apinya terdiri dari manusia), yakni orang-orang kafir (dan batu), misalnya yang dipakai untuk membuat patung-patung atau berhala-berhala mereka. Maksudnya api neraka itu amat panas dan tambah menyala dengan bahan bakar manusia dan batu jadi bukan seperti api dunia yang hanya dapat dinyalakan dengan kayu bakar atau yang lainnya (yang disediakan bagi orang-orang kafir) sebagai alat untuk menyiksa mereka. Kalimat belakang ini dapat menjadi kalimat baru atau menunjukkan keadaan yang lazim.
(Dan sampaikanlah berita gembira) kabarkanlah (kepada orang-orang yang beriman) yang membenarkan Allah (dan mengerjakan kebaikan), baik yang fardu atau yang sunah (bahwa bagi mereka disediakan surga-surga), yaitu taman-taman yang ada pepohonan dan tempat-tempat kediaman (yang mengalir di bawahnya) maksudnya di bawah kayu-kayuan dan mahligai-mahligainya (sungai-sungai) maksudnya air yang berada di sungai-sungai itu, karena sungai artinya ialah galian tempat mengalirnya air, sebab airlah yang telah menggali atau menjadikannya 'nahr' dan menisbatkan 'mengalir' pada selokan disebut 'majaz' atau simbolisme. (Setiap mereka diberi rezeki di dalam surga itu) maksudnya diberi makanan (berupa buah-buahan, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah) maksudnya seperti inilah yang pernah (diberikan kepada kami dulu"), yakni sebelum masuk surga, karena buah-buahan itu seperti itu pula ciri masing-masingnya, hampir serupa. (Mereka disuguhi) atau dipetikkan buah itu (dalam keadaan serupa), yakni warnanya tetapi berbeda rasanya, (dan diberi istri-istri) berupa wanita-wanita cantik dan selainnya, (yang suci) suci dari haid dan dari kotoran lainnya, (dan mereka kekal di dalamnya) untuk selama-lamanya, hingga mereka tak pernah fana dan tidak pula dikeluarkan dari dalamnya.
Untuk menolak perkataan orang-orang Yahudi, "Apa maksud Allah menyebutkan barang-barang hina ini", yakni ketika Allah mengambil perbandingan pada lalat dalam firman-Nya, "... dan sekiranya lalat mengambil sesuatu dari mereka" dan pada laba-laba dalam firman-Nya, "Tak ubahnya seperti laba-laba," Allah menurunkan: (Sesungguhnya Allah tidak segan membuat) atau mengambil (perbandingan) berfungsi sebagai maf`ul awal atau obyek pertama, sedangkan (apa juga) kata penyerta yang diberi keterangan dengan kata-kata yang di belakangnya menjadi maf`ul tsani atau obyek kedua hingga berarti tamsil perbandingan apa pun jua. Atau dapat juga sebagai tambahan untuk memperkuat kehinaan, sedangkan kata-kata di belakangnya menjadi maf`ul tsani (seekor nyamuk) yakni serangga kecil, (atau yang lebih atas dari itu) artinya yang lebih besar dari itu, maksudnya Allah tak hendak mengabaikan hal-hal tersebut, karena mengandung hukum yang perlu diterangkan-Nya. (Ada pun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa ia), maksudnya perumpamaan itu (benar), tepat dan cocok dengan situasinya (dari Tuhan mereka, tetapi orang-orang kafir mengatakan, "Apakah maksud Allah menjadikan ini sebagai perumpamaan?") Matsalan atau perumpamaan itu berfungsi sebagai tamyiz hingga berarti dengan perumpamaan ini. 'Ma' yang berarti 'apakah' merupakan kata-kata pertanyaan disertai kecaman dan berfungsi sebagai mubtada atau subyek. Sedangkan 'dza' berarti yang berikut shilahnya atau kata-kata pelengkapnya menjadi khabar atau predikat, hingga maksudnya ialah 'apa gunanya?' Sebagai jawaban terhadap mereka Allah berfirman: (Allah menyesatkan dengannya), maksudnya dengan tamsil perbandingan ini, (banyak manusia) berpaling dari kebenaran disebabkan kekafiran mereka terhadapnya, (dan dengan perumpamaan itu, banyak pula orang yang diberi-Nya petunjuk), yaitu dari golongan orang-orang beriman disebabkan mereka membenarkan dan mempercayainya (Tetapi yang disesatkan-Nya itu hanyalah orang-orang yang fasik), yakni yang menyimpang dan tak mau menaati-Nya.
(Orang-orang yang) merupakan 'na`at' atau sifat (melanggar janji Allah) melanggar kewajiban yang ditugaskan Allah kepada mereka dalam Kitab-Kitab Suci berupa keimanan kepada Nabi Muhammad saw. (setelah teguhnya) setelah kukuhnya perjanjian itu, (dan memutus apa yang diperintahkan Allah dengannya untuk dihubungkan), yakni beriman dan menghubungkan silaturahmi dengan Nabi saw. serta lain-lainnya. Anak kalimat 'untuk dihubungkan' menjadi kata ganti dari 'dengannya', (dan membuat kerusakan di muka bumi) dengan melakukan maksiat serta menyimpang dari keimanan (merekalah) orang-orang yang mempunyai sifat seperti yang dilukiskan itu (orang-orang yang rugi) karena mereka dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya.
(Mengapa kamu kafir) hai warga Mekah? (kepada Allah, padahal) sesungguhnya (tadinya kamu mati) yakni ketika masih menjadi mani dalam sulbi bapakmu (lalu kamu dihidupkan-Nya) dalam rahim ibumu dan di dunia dengan jalan meniupkan roh pada tubuhmu. Pertanyaan di sini untuk menyatakan keheranan atas kekafiran mereka padahal bukti-bukti cukup ada atau dapat juga sebagai celaan dan kecaman terhadap mereka, (kemudian dimatikan-Nya) ketika sampainya ajalmu (lalu dihidupkan-Nya kembali) pada saat berbangkit (kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya) yakni setelah berbangkit itu lalu dibalas-Nya amal perbuatanmu. Sebagai alasan kemungkinan saat berbangkit, Allah berfirman,
(Dialah yang telah menciptakan bagimu segala yang terdapat di muka bumi) yaitu menciptakan bumi beserta isinya, (kesemuanya) agar kamu memperoleh manfaat dan mengambil perbandingan darinya, (kemudian Dia hendak menyengaja hendak menciptakan) artinya setelah menciptakan bumi tadi Dia bermaksud hendak menciptakan pula (langit, maka dijadikan-Nya langit itu) 'hunna' sebagai kata ganti benda yang dimaksud adalah langit itu. Maksudnya ialah dijadikan-Nya, sebagaimana didapati pada ayat yang lain, 'faqadhaahunna,' yang berarti maka ditetapkan-Nya mereka, (tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu) dikemukakan secara 'mujmal' ringkas atau secara mufasshal terinci, maksudnya, "Tidakkah Allah yang mampu menciptakan semua itu dari mula pertama, padahal Dia lebih besar dan lebih hebat daripada kamu, akan mampu pula menghidupkan kamu kembali?"
(Dan) ingatlah, hai Muhammad! (Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi") yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu Adam. (Kata mereka, "Kenapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya) yakni dengan berbuat maksiat (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi? Tatkala mereka telah berbuat kerusakan, Allah mengirim malaikat kepada mereka, maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung (padahal kami selalu bertasbih) maksudnya selalu mengucapkan tasbih (dengan memuji-Mu) yakni dengan membaca 'subhaanallaah wabihamdih', artinya 'Maha suci Allah dan aku memuji-Nya'. (dan menyucikan-Mu) membersihkan-Mu dari hal-hal yang tidak layak bagi-Mu. Huruf lam pada 'laka' itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat semenjak 'padahal' berfungsi sebagai 'hal' atau menunjukkan keadaan dan maksudnya adalah, 'padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!'" (Allah berfirman,) ("Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui") tentang maslahat atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam dan bahwa di antara anak cucunya ada yang taat dan ada pula yang durhaka hingga terbukti dan tampaklah keadilan di antara mereka. Jawab mereka, "Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih tahu dari kami, karena kami lebih dulu dan melihat apa yang tidak dilihatnya." Maka Allah Taala pun menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan mengambil dari setiap corak atau warnanya barang segenggam, lalu diaduk-Nya dengan bermacam-macam jenis air lalu dibentuk dan ditiupkan-Nya roh hingga menjadi makhluk yang dapat merasa, setelah sebelumnya hanya barang beku dan tidak bernyawa.
(Dan diajarkan-Nya kepada Adam nama-nama) maksudnya nama-nama benda (kesemuanya) dengan jalan memasukkan ke dalam kalbunya pengetahuan tentang benda-benda itu (kemudian dikemukakan-Nya mereka) maksudnya benda-benda tadi yang ternyata bukan saja benda-benda mati, tetapi juga makhluk-makhluk berakal, (kepada para malaikat, lalu Allah berfirman) untuk memojokkan mereka, ("Beritahukanlah kepada-Ku) sebutkanlah (nama-nama mereka) yakni nama-nama benda itu (jika kamu memang benar.") bahwa tidak ada yang lebih tahu daripada kamu di antara makhluk-makhluk yang Kuciptakan atau bahwa kamulah yang lebih berhak untuk menjadi khalifah. Sebagai 'jawab syarat' ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya.
(Jawab mereka, "Maha suci Engkau!) artinya tidak sepatutnya kami akan menyanggah kehendak dan rencana-Mu (Tak ada yang kami ketahui, kecuali sekadar yang telah Engkau ajarkan kepada kami) mengenai benda-benda tersebut. (Sesungguhnya Engkaulah) sebagai 'taukid' atau penguat bagi Engkau yang pertama, (Yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana.") hingga tidak seorang pun yang lepas dari pengetahuan serta hikmah kebijaksanaan-Mu.
(Allah berfirman, "Hai Adam! Beritahukanlah kepada mereka) maksudnya kepada para malaikat itu (nama mereka") yakni benda-benda itu. Maka disebutnya satu persatu menurut nama masing-masing berikut hikmah diciptakannya oleh Allah. (Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu, Allah berfirman) kepada mereka guna mencela mereka, ("Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi) maksudnya mengetahui barang yang tersembunyi pada keduanya, (dan mengetahui apa yang kamu lahirkan) yaitu ucapan yang kamu keluarkan, yaitu, 'Kenapa hendak Engkau jadikan... dan seterusnya' (dan apa yang kamu sembunyikan.") yaitu ucapan yang kamu sembunyikan, seperti "Allah tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih pandai dari kami."
(Dan) ingatlah! (Ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam!") Maksudnya sujud sebagai penghormatan dengan cara membungkukkan badan, (maka mereka pun sujud, kecuali Iblis) yakni nenek moyang bangsa jin yang ada di antara para malaikat, (ia enggan) tak hendak sujud (dan menyombongkan diri) dengan mengatakan bahwa ia lebih mulia daripada Adam (dan Iblis termasuk golongan yang kafir) dalam ilmu Allah Taala.
(Dan Kami berfirman, "Hai Adam! Berdiamlah kamu) yakni kamu sendiri 'kamu' yang kedua berfungsi sebagai penguat bagi yang pertama dan dihubungkan dengannya yang ditampilkan sebagai dhamir atau kata ganti yang tersembunyi (bersama istrimu) yakni Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam yang sebelah kiri (dalam surga ini dan makanlah di antara makanan-makanannya) (yang banyak) dan tidak dilarang (di mana saja kamu sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini) pohon anggur atau batang gandum ini atau lain-lainnya, maksudnya jangan memakan buahnya (hingga kamu menjadi orang-orang yang lalim.") atau durhaka.